Banjarmasin, Tinta-rakyat.com —
Di sudut area kerja Lapas Kelas IIA Banjarmasin, deru cetakan batako menjadi saksi nyata semangat pembinaan kemandirian yang terus digelorakan. Sejumlah warga binaan tampak sigap mencetak batako dengan peralatan sederhana, namun dengan dedikasi yang tak kalah dari para pekerja profesional.
Produksi batako ini menjadi salah satu bentuk kegiatan pembinaan kemandirian yang rutin digelar di lapas. Setiap harinya, sekitar 20 biji batako berhasil diproduksi. Meski jumlahnya tidak massal, namun hasilnya dimanfaatkan secara nyata untuk mendukung kebutuhan pembangunan dan perawatan infrastruktur di dalam lingkungan Lapas itu sendiri.
“Kami ingin menanamkan nilai kerja keras dan keterampilan praktis bagi warga binaan. Kegiatan ini jadi media belajar sekaligus bekal keterampilan saat mereka kembali ke masyarakat nanti,” ujar Hazairin, Kepala Seksi Kegiatan Kerja Lapas Banjarmasin.
Warga binaan yang terlibat dalam kegiatan ini mendapat pembimbingan dari petugas dan tamping yang telah lebih dulu menguasai teknik dasar pembuatan batako, mulai dari mencampur adonan hingga proses pencetakan dan pengeringan.
Salah satu di antaranya adalah Amang, warga binaan yang kini menjadi andalan dalam proses produksi. Baginya, kegiatan ini bukan sekadar rutinitas, tapi sarana untuk memperbaiki diri dan belajar bertanggung jawab.
“Bekerja seperti ini bikin saya merasa berguna. Walaupun sedang di dalam, kami tetap bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat,” ujar Amang dengan senyum bangga.
Kepala Lapas Kelas IIA Banjarmasin, Akhmad Herriansyah, turut memberikan apresiasi terhadap semangat para warga binaan dan petugas pembina yang terlibat.
“Kegiatan produksi batako ini bukan hanya menciptakan produk, tapi juga membentuk karakter. Kami ingin para warga binaan memiliki keterampilan nyata yang bisa mereka manfaatkan setelah bebas nanti,” jelas Kalapas.
Dengan terus berjalannya produksi batako ini, Lapas Kelas IIA Banjarmasin membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk tetap berkarya. Dari cetakan-cetakan sederhana itu, tumbuh harapan baru—bahwa di balik tembok tinggi, masih ada ruang untuk belajar, bekerja, dan menata masa depan yang lebih baik. (red)